Wednesday, March 30, 2016

Batman v Superman: Dawn of Justice (2016) CAM + Subtitle Indonesia

Batman v Superman: Dawn of Justice (2016) CAM + Subtitle Indonesia

 

 

 batman-v-superman.jpg

 

 It’s happening! Ya, waktu berlalu begitu cepat, tak terasa sudah tiga tahun lamanya sejak Warner Bros mengejutkan jagat per-superhero-an dengan mengumumkan proyek sekuel Man of Steel, kini mimpi basah buat setiap fanboy komik dunia, khususnya DC Comics akhirnya benar-benar kejadian. Batman v Superman: Dawn of Justice sudah datang, membawa segala hype luar biasa sejak konfrensi pers Zack Snyder di ajang San Diego Comic-Con Internasional 2013 silam. Snyder mengatakan bahwa seri lanjutan Man of Steel ini bukan sembarang sekuel, ia akan menjadi sebuah sekuel nan epik karena untuk pertama kalinya dua raksasa DC (Superman dan Batman) bertemu dan baku hantam dalam satu universe.

Ya, hype-nya begitu besar diiring dengan harapan yang juga semakin besar. Dari kejutan kemunculan Batman dalam sekuel Superman, casting Ben Affleck sampai Woder Woman-nya Gal Gadot, berita-berita baru tentang BvS selalu menjadi bahan diskusi menarik buat para moviegoers dunia yang menghitung hari demi hari untuk menunggu kemunculan utuhnya setelah sebelumnya diberondong trailler-trailler menggiurkan tanpa pernah benar-benar menyadari bahwa langkah drastis yang diambil Warner Bros dan Snyder ini adalah sebuah perjudian luar biasa dengan taruhan yang sama luar biasanya. Efeknya nanti, berhasil atau tidak, tidak hanya berimbas pada franchise Superman itu sendiri saja namun juga Batman, Justice League dan masa depan adaptasi DC Comics dalam usaha mereka untuk setidaknya bisa mendekati pekerjaan fantastis yang sudah dibuat rivalnya, Marvel dengan MCU-nya yang super solid itu.

Separuh cerita lanjutan Man of Steel dan separuh prolog buat Justice League, BvS memulai segalanya dengan kembali sedikit mengulang origins Batman sebelum kita menyaksikan bagaimana kehancuran Metropolis di klimaks akhir Man of Steel ternyata berpengaruh besar buat banyak orang, salah satunya adalah Bruce Wayne (Ben Affleck) yang menyaksikan dengan mata sendiri bagaimana duel Superman dan Zod memakan begitu banyak korban jiwa. Dari peristiwa ini Bruce Wayne kemudian melihat bahwa Superman bisa menjadi ancaman besar buat manusia dan kemudian terobsesi untuk menghentikan sepak terjang si manusia besi yang dipuja-puja bak Tuhan oleh umat manusia itu. Masalahnya bukan hanya kehadiran Superman saja yang menjadi kontroversial, di tempat lain ada ancaman yang sudah menunggu diam-diam, datang dari sosok milliuner cerdas, Lex Luthor (Jesse Eisenberg).

Kita mengenal Zack Snyder adalah sutradara yang piawai memanfaatkan CGI dalam mengolah visual artistik dan adegan-adegan aksi bombastis yang cantik, tetapi sayang ia bukan pencerita yang baik tidak peduli di belakangnya ada nama-nama besar macam Chris Terrio (Argo) dan David S. Goyer (trilogi The Dark Knight), jika ada satu filmnya yang paling bagus dalam bercerita mungkin itu adalah Watchman, sisanya ia tidak lebih dari sutradara yang gemar mengeksploitasi layar hijau dan gambar-gambar bagus, termasuk Man of Steel dan BvS ini. Ya, durasinya yang menyentuh dua jam setengah seharusnya lebih dari cukup buat Synder untuk menghasilkan sebuah narasi yang bagus. apalagi ia punya modal premis yang begitu kuat dengan melibatkan dua superhero paling besar di jagat raya termasuk segala filosofi God vs man-nya, tetapi Snyder tetaplah Snyder, BvS tidak lebih baik dari Man of Steel dari segi penceritaan. Ini bisa dibilang berantakan, membingungkan dan tidak bersinergi dengan konsep dan universe-nya. Misalnya saja tentang Batman yang digambarkan sudah tua, sudah 20 tahun kata Alfred Pennyworth (Jeremy Irons) namun sepertinya tidak ada yang mengetahui sepak terjang sang manusia kelelawar itu sama sekali padahal di sini di gambarkan lokasi Gotham dan Metropolis hanya bersebelahan. Tidak ada yang tahu bagaimana Lex Luthor bisa tahu segalanya, sampai-sampai mampu menyusup ke markas Batman hanya untuk mencoret seragam dan surat-suratnya dan berbagai plot hole lainnya yang lumayan akan menyentil logikamu.

Sisanya, paruh pertama bergerak begitu lurus dan membosankan dengan karakter-karakter yang berbicara tanpa dukungan dialog kuat tanpa adanya kedalaman dan interaksi satu sama lain yang berarti meski potensi untuk membuatnya menjadi lebih kompleks ala The Dark Knight milik Nolan dengan segala elemen politik, moral dan pencarian jati diri. Plotnya terasa acak, melompat satu tempat ke tempat lain dengan kasar, tidak dijahit dengan rapi untuk bisa membentuk sebuah kesatuan cerita yang solid dan yang satu hal yang pasti, aromanya kelewat serius dan kelam, ini akan mengecewakan penonton muda yang berharap akan banyak gelaran seru sejak awal, jadi jangan bandingkan BvS dengan superhero buatan Marvel yang mampu tampil serius dan santai sama hebatnya, DC dan Warner Bros masih harus banyak belajar lagi soal ini untuk bisa memenangkan pertempuran yang berat sebelah ini.

Jika ada kekuatan yang menonjol di sini mungkin itu berkat casting yang kuat. Awalnya banyak yang memandang sebelah mata pemilihan Ben Affleck sebagai Batman, tetapi apa yang terjadi di lapangan berkata lain. Ya, Batman versi Affleck tentu saja berbeda, ia punya pesona berbeda dengan Batman versi sebelumnya, ia lebih brutal, lebih kuat secara fisik meski digambarkan usianya sudah tidak muda lagi, seperti kata Alfred, “Even You’ve too old to die young”, bahkan kalau mau jujur, BvS terasa lebih berenergi di setiap kemunculan si kelelawar ini namun bukan berarti kita bisa menyampingkan Henry Cavill dengan Superman-nya. Faktanya ini masih film Superman dan ia masih menjadi hati terbesar buat ceritanya. Di atas kertas seharusnya Snyder bisa mengeksplorasi lebih jauh lagi soal kegalauan sang jagoan, bagaimana ia harus menghadapi situasi sulit yang membuatnya harus mengambil keputusan berat termasuk cintanya dengan Louis Lane (Amy Adams), sayang itu tidak terjadi setidaknya tidak dilakukan dengan baik. Jika Affleck harus mendapat cibiran ketika pemilihannya sebagai Batman pertama kali, nasib berbeda yang dialami Gal Gadot yang langsung dipuja-puja meski ada yang mengatakan dirinya masih kurang montok untuk memerankan karakter Diana Prince, toh, pemeran Gisele Yashar dalam franchise Fast & Furious ini berhasil menjadi screen stealer di sini. Satu hal yang mengganggu di sini mungkin Lex Luthor-nya Jesse Eisenberg yang annoying. Bukan berarti Eisenberg tidak cocok memerankan sosok villiant masalahnya ia terlalu banyak bicara dan ia bukan Joker dan segala kecerewetannya itu sangat mengesalkan.

Dan seperti yang dilakukannya dalam Man of Steel, Snyder menaruh segala kesenangannya di akhir film, ya, percayalah 30-45 menit akhir itu adalah bagian terbaik BvS, terutama ketika Woder Woman datang dengan begitu dramatis dan mengesankan dalam iring-iringan scoring mengelegar Hans Zimmer dan Junkie Xl, sedikit disayangkan sudah tidak lagi mengejutkan karena telah diobral di trailer sebelumnya. Adegan pertempuran klimaksnya luar biasa dahsyat, membuat air liurmu menetes karena takjub, kemunculan Doomsday benar-benar menghasilkan kerusakan luar biasa bagi para pahlawan super kita yang harus bahu membahu mengalahkannya. Snyder tahu benar bagaimana mengolah setiap adegannya dengan bombastis, menghasilkan sebuah keseruan luar biasa yang sedikit banyak sudah mengobati kekecewaan di paruh pertamanya, bagi pembaca komiknya tentu saja sudah bisa sedikit menebak apa yang terjadi di akhir ketika Snyder memilih memunculkan sosok Doomsday, tetapi ini cukup puas dengan ending-nya yang emosional dan di saat bersamaan, sudah memberi dasar kuat buat kehadiran Justice League nanti.

 sumber 

 

link download

 

usercloud : download 

tusfiles :  download

upfile : download


subtittle

coming soon

No comments:

Post a Comment