Sunday, November 9, 2014

DOWNLOAD GAME HAIL TO THE KING DEATHBAT FOR PC FULL FREE


Features:
– Game tells the fictional origin story of the Deathbat
– Play through levels inspired by Avenged Sevenfold’s catalog
– Play as members of the band (available as in-app purchases)
– Features an original score, written by Avenged Sevenfold for the game
– No must-purchase upgrades; Price of game includes everything necessary to beat game
– 7 new paintings by artist Cam Rackam
– 14 pieces of never-before seen artwork intended for use in earlier albums
– Jimmy ”The Rev” Sullivan plays an integral part in the storyline and can be unlocked
– Rich, immersive storyline that will appeal to gamers and fans of the band alike
– Interact with non-playable characters to learn about and solve the mysteries of the island
– Unlock new weapons and magical abilities to defeat enemy hoards and difficult bosses
– 10-12 hours of gameplay
– Additional “Nightmare Mode” for those who are able to beat the regular game (adds an additional 10-12 hours of gameplay)
Localized in 8 languages: Spanish, Japanese, Korean, French, German, Portuguese, Simplified


DOWNLOAD LINK

Sunday, November 2, 2014

Left Behind (2014) HDRip + Subtitle Indonesia

leftbehind-poster-22charl.jpg
Left Behind adalah sebuah thriller apokaliptik (berhubungan dengan fenomena akhir zaman) yang disutradarai oleh Vic Armstrong dan ditulis oleh Paul LaLonde dan John Patus. Film ini dibuat berdasarkan novel dengan judul yang sama ditulis oleh Tim LaHaye dan Jerry B. Jenkins dan merupakan reboot dari film Left Behind: The Movie. Film ini dirilis pada 3 Oktober 2014 lalu.

Sekelompok orang tertinggal di Bumi, setelah jutaan orang tiba-tiba menghilang dan dunia berada dalam kekacauan dan kehancuran. Di antara kelompok orang yang selamat itu terdapat pilot pesawat terbang Rayford Steele (Nicolas Cage) yang mencoba menenangkan para penumpangnya yang histeris. Dia juga mencoba mendaratkan pesawatnya saat bandara-bandara yang ada rusak, sementara dia kuatir tentang kondisi keluarganya. Jurnalis Buck Williams (Chad Michael Murray) berusaha memahami peristiwa yang aneh ini.

Film Left Behind adalah film yang dramatis dan mencekam yang cukup menghibur. Alur cerita di film ini cepat. Tiba-tiba kita melihat orang-orang di dalam film menghilang dan pakaian mereka berserakan di lantai. Misalnya, Chloe memegang adik laki-lakinya saat tiba-tiba adiknya menghilang dan yang dia pegang hanyalah bajunya. Situasi kepanikan juga diperlihatkan dalam film ini.

Sayangnya jalan cerita film ini kurang menyakinkan. Sekalipun memiliki budget yang cukup besar, tapi elemen-elemen dalam film ini terlihat mengecewakan. Kita disuguhi adegan sebuah pesawat yang terbang di angkasa yang terlihat monoton dan dipakai berulang-ulang di sepanjang film.

Left Behind lebih terasa seperti film tentang bandara dan pesawat dengan tambahan unsur rohani dan bukan tentang film soal kiamat. Nicolas juga tampil buruk dalam film ini. Aktingnya terlihat tidak wajar di film ini, dan tidak menyakinkan seolah-olah dia hanya ditempelkan dalam film.
actor-nicolas-cage-portrays-the-characte

leftbehind-e1401467081830.jpg

Left_Behind-Cassi_Thomson-009.jpg

LINK DOWNLOAD



SUBTITTLE

Sin City 2: A Dame to Kill For (2014) RC BluRay + Subtitle Indonesia

sin-city-a-dame-to-kill-f.jpg
Masih dengan tampang kokoh tanpa rasa takut yang ia miliki, Marv (Mickey Rourke) masuk kedalam bar langganannya setelah meladeni sekelompok anak muda yang memanggilnya Bernini Boy, duduk dan kemudian menyaksikan stripper favorit semua pengunjung bernama Nancy Callahan (Jessica Alba) yang beraksi dibawah stress untuk membalaskan dendam kematian John Hartigan (Bruce Willis).

Di bar tersebut pula ia bertemu dengan beberapa sosok baru yang ia tawarkan bantuan, mereka yang sedang terlibat dalam berbagai masalah. Pria pertama bernama Johnny (Joseph Gordon Levitt), seorang pejudi dengan keahlian tinggi yang menjadikan kekalahan seperti tidak memiliki celah untuk menghampirinya.

Namun suatu ketika kedatangannya bersama Marcie (Julia Garner) menciptakan masalah besar baginya yang berasal dari Senator Roark (Powers Boothe). Kemudian Marv juga bertemu dengan Dwight McCarthy (Josh Brolin), pria yang setelah mengintai Joey (Ray Liotta) dan Sally (Juno Temple) justru jatuh kembali kedalam masalah yang berasa dari mantannya, Ava (Eva Green), wanita yang selalu mampu “menyiksanya” secara fisik dan juga mental.

Ya, ini menarik serta membosankan, dan mereka hadir dalam rentang waktu yang hampir tidak begitu besar. Masih dengan formula yang sama, masih dengan kegilaan yang sama besarnya, harus diakui Robert Rodriguez dan Frank Miller terhitung cukup sukses untuk menghidupkan kembali dunia dimana mereka bebas untuk berekspresi dalam mengeskploitasi dosa yang diambil dari Sin City series milik Frank Miller.

Tidak jauh dari pendahulunya, kemasan kedua ini tetap menyuguhkan konten-konten dalam sentuhan hitam putih dengan penempatan warna yang manis yang dibentuk dalam cita rasa hyper untuk kemudian menembus pikiran penontonnya agar ikut berfantasi bersama kegilaan.

Lantas apakah Sin City: A Dame to Kill For berhasil menghibur sama baiknya seperti pendahulunya itu? Kurang. Dapat dikatakan ini adalah hiburan yang terasa sangat seimbang, ada semangat yang mampu ia pancarkan dari berbagai aksi yang mampu membuat penontonnya tersenyum kecil sembari berkata “gila”, semangat yang lantas menjadikan rasa penasaran pada apa yang kemudian akan ia hadirkan semakin terus terjaga dengan stabil.

Tidak heran memang, fantasi yang di bangun dengan liar, kemudian dibalut bersama visual yang tak pernah berhenti mempermainkan mata dengan cara yang nakal, kekejaman over-the-top yang tampil sombong dalam ketenangan yang bergerak cepat, itu sudah cukup untuk menjauhkan rasa lelah pada penonton. Masalahnya adalah hal-hal yang sepintas tampak potensial tadi ternyata tidak hadir bersama penceritaan dengan dinamika yang menarik. Ia memang berhasil menjebak penontonnya kedalam petualangan ini, namun ia tidak berhasil memanipulasi penonton untuk terlibat jauh lebih dalam secara merata.

Tentu saja tidak mengharapkan sesuatu yang sangat mumpuni pada sektor cerita, meskipun memang narasi yang ia berikan terasa sedikit lebih baik jika dibandingkan dengan film pertamanya, namun kesuraman dunia yang coba ia tampilkan terkadang terasa terlalu muram. Kurang hidup, menjadikan perjalanan dari para karakter seperti tidak mengalir dengan baik dan benar, hal yang lantas menggerus salah satu faktor kunci yang paling penting dari Sin City, daya tarik karakter. Itu mengapa diawal menyebutkan the babe wore blue, wanita yang menggunakan pakaian biru, dan dia adalah Eva Green. Ini terasa seperti all about Eva Green, all about Ava, hanya permasalahan yang bertumpu padanya yang mampu konsisten tampak “menarik”.

Akibatnya cukup signifikan, ketika kita berpindah ke sub bab lainnya daya tarik tidak sama besar, yang lalu menjadikan tumpahan visual yang ditangkap oleh mata tidak terasa menarik dan membuat penonton berpindah kedalam mode menunggu. Penempatan porsi juga menjadi masalah, karena sesungguhnya Joseph Gordon Levitt punya konflik yang tidak jauh kalah menariknya namun harus terkubur mati akibat proses menunggu yang terlalu lama, sehingga ketika ia hadir kembali sensasi itu telah sirna. Benar, sensasi itu yang hilang di kemasan kedua ini.

Jika di nilai dari segi karakter sebenarnya ada sebuah upgrade yang mumpuni, namun pembagian peran dan daya tarik yang mereka miliki terasa sangat tidak seimbang. Rosario Dawson bahkan seperti pelengkap yang semata-mata disengaja, sama halnya dengan Bruce Willis dimana konfliknya dengan Jessica Alba dikemas setengah hati sehingga kehadirannya lebih sebagai penambah nilai jual serta memperindah poster. Dari sisi akting Joseph Gordon Levitt berada di baris terdepan, mampu menjadikan kelicikan yang ia punya tampak menarik. Di belakangnya ada Eva Green yang selalu mampu tampil baik ketika harus mengeksploitasi keseksian yang miliki.

Overall, Sin City: A Dame to Kill For adalah film yang cukup memuaskan. Sulit untuk mengatakan bahwa mereka yang suka dengan film pertamanya akan otomatis menyukai pula film keduanya ini. Apa yang mereka berikan mayoritas memang sama, visual yang mumpuni, kekejaman tanpa rasa takut yang dikemas bersama sentuhan nakal dan seksi, dan kali ini ditambah dengan kehadiran scene stealer pada diri Eva Green yang lantas menciptakan dua bagian, aksi menikmati, dan aksi menunggu, penyebab dari dinamika dari tensi yang kurang menarik yang lantas menggerus daya tarik dan juga sensasi yang mereka hasilkan.

Sin%2BCity%2BA%2BDame%2Bto%2BKill%2BFor%

Sin%2BCity%2BA%2BDame%2Bto%2BKill%2BFor%

Sin%2BCity%2BA%2BDame%2Bto%2BKill%2BFor%

LINK DOWNLOAD



SUBTITTLE

Into the Storm (2014) WEB-DL + Subtitle Indonesia

into-the-storm.jpg
Film seperti ini merupakan sebuah hiburan yang punya potensi besar untuk meninggalkan dilema pada penontonnya, kita tahu ia punya materi yang miskin, usang, bahkan beberapa ada yang terasa bodoh, tapi disisi lain kita juga akan merasa sulit untuk memungkiri bahwa apa yang ia berikan mampu memberikan rasa senang, sekecil apapun kualitas dan kuantitas yang ia miliki. Yap, guilty pleasure. Into The Storm, when disaster and drama destroying each other.

Seorang pria muda bernama Donnie (Max Deacon) membuat sebuah video berisikan pesan yang ingin ia ucapkan kepada dirinya 25 tahun kemudian sebelum acara wisuda di sekolahnya. Video tersebut merupakan permintaan dari sang ayah, Gary Morris (Richard Armitage), yang ternyata dikerjakan oleh Donnie dengan setengah hati karena masalah diantara mereka, menyerahkan tugas tersebut kepada adiknya, Trey (Nathan Kress), dan justru memilih mewujudkan impiannya pada Kaitlyn (Alycia Debnam-Carey), wanita yang selama ini ia kagumi.

Tugas sekolah Kaitlyn menjadi jalan bagi Donnie, tapi ternyata juga membawa masalah bagi mereka. Sebuah badai tornado raksasa sedang dalam perjalanan untuk menghancurkan kota mereka, objek yang celakanya ternyata telah menjadi sesuatu yang menarik bagi sebuah kelompok yang berisikan seorang ahli meteorologi bernama Allison Stone (Sarah Wayne Callies) serta para pria yang dipimpin Pete (Matt Walsh), yang sangat yakin dengan mobil bernama Titus yang telah ia rancang dapat mewujudkan impiannya untuk berada di pusat tornado dan meraih keuntungan besar dari video dokumenter yang mereka dapatkan.

Into The Storm adalah film bagi mereka yang datang untuk menyaksikan sebuah petualangan berisikan bencana. Oh, tunggu dulu, mungkin lebih tepatnya “pure disaster”, murni ingin melihat gerakan tornado memporak-porandakan bangunan, mobil ukuran besar, hingga alat transportasi lainnya, dan bergabung bersama dua orang gila (mungkin juga tiga) dalam upaya mewujudkan mimpi mereka. Ya, kasarnya anda mungkin akan merasa sangat senang jika diawal hanya berharap untuk dapat di hibur dengan kehancuran visual, yang harus di akui berhasil memberikan kinerja memuaskan.

Lantas bagaimana dengan mereka yang datang tidak dengan keinginan yang sederhana seperti tadi? Mix, campur aduk, dan itu pula yang saya rasakan ketika harus berusaha keras di bagian awal menyaksikan perputaran masalah yang masih dibangun dengan canggung itu bersama karakter dan bahkan dialog yang seolah tidak punya pesona yang mampu menggoda penontonnya. Kegelisahan itu hanya hadir dari proses menunggu yang kita jalani dalam menunggu hadirnya badai tornado, sedangkan karakter, dialog, bahkan perputaran alur sendiri tidak mampu menciptakan pondasi yang baik, padahal kita sudah tahu pada akhirnya ini akan berujung pada sebuah dramatisasi.

Nah, itu dia minus dari kisah yang ditulis oleh John Swetnam dan dibangun oleh Steven Quale ini, mereka tidak berhasil membentuk sebuah kombinasi yang mumpuni antara drama dan juga jualan utamanya, disaster. Keduanya saling membunuh, tidak menjadi sebuah masalah jika sejak awal drama hanya dijadikan sebagai pemanis belaka, tapi sebaliknya secara konstan dapat terlihat dengan sangat jelas Steven Quale terus berupaya menciptakan momen-momen yang dapat ia gunakan untuk memperdalam sisi drama, memperkuat cerita dan karakter. Dan itu gagal, sisi drama sering di push terlalu kuat, terlalu berlebihan, dan terlalu kaku, hingga akhirnya mengganggu kekacauan visual yang nikmat itu.

Lupa kapan terakhir kali merasa begitu senang dalam menikmati sebuah badai dengan tampilan kokoh bergerak memacu adrenalin (Sharknado, mungkin), yang kemudian tanpa di sadari dapat menarik penonton untuk menjadi pendukungnya dalam melibas karakter-karakter yang mayoritas sudah terasa menjengkelkan sehingga eksistensi mereka tidak lagi menjadi sesuatu yang terasa penting.

Apresiasi layak diberikan pada Steven Quale (visual effects Avatar), ia mampu memanfaatkan CGI dengan baik sehingga hadir semangat dari “kehancuran” yang dibawa oleh tornado pada penonton, seperti rollercoaster kecil karena tubuh yang telah santai dengan hal-hal super standard tadi berubah seketika ketika badai tiba. Yap, kita akan suka bagaimana rasa takut itu dapat hadir bersamaan dengan rasa kagum, sebuah windstorms yang mungkin akan terkesan berlebihan tapi tetap tidak mampu menghalangi kita untuk menilainya sebagai sesuatu yang luar biasa.

Dan at least dengan eksistensinya Into The Storm punya sesuatu yang menarik dibalik kumpulan hal-hal cheesy yang tidak mampu diolah dengan baik, pergerakan alur yang kusam, hal teknis seperti permainan kamera yang tidak berhasil menambah hal positif bahkan beberapa kali terasa kurang sehat, hingga kualitas akting para aktor yang terkesan seadanya, tidak menunjukkan perkembangan dalam standard minimal, sehingga tidak punya pesona yang melemahkan sisi drama pada cerita.

Overall, Into The Storm adalah film yang cukup memuaskan. Sangat standard memang, dan ia juga punya penyakit dari disaster movie seperti karakter minim pesona dalam script yang kasar, hal-hal klise yang tidak terbangun dengan baik namun terus dipaksakan kehadirannya, serta hiburan visual yang menjadi senjata utama untuk menyenangkan penontonnya. Well, setidaknya dengan keterbatasan yang ia miliki film ini hadir dalam komposisi yang normal sehingga tidak terasa melelahkan, dan petualangan klise itu masih mampu menghadirkan rasa puas bagi penontonnya.
Into+the+Storm+(2014)+image+2.jpg

Into+the+Storm+(2014)+image+1.jpg

785355703303158339.jpg

LINK DOWNLOAD



SUBTITTLE

After School Horror (2014) DVDRip

after-school-horror-2014.jpg
Di sekolah, beredar urban legend tentang bilik toilet yang sudah lama dikunci. Andi (Chris Laurent), Rino (Maxime), dan Vina (Pamela Bowie) menyuruh juniornya, Sinta (Indah Permatasari) untuk membongkar pintu itu sebagai bagian dari rangkaian Jurit Malam calon pengurus OSIS.

Sejak saat itu, gangguan demi gangguan supranatural mereka alami. Tidak hanya mereka, tapi juga menyebar ke kakak Sinta, Arum (Marissa Nasution). Lama kelamaan, mereka tidak tahan, sehingga melawan balik. Dari penjaga sekolah, mereka mendapat berita bahwa itu adalah hantu ASIH yang penasaran.
adeganafterschoolhorror.jpg

BmcXNj4CMAAXZuH.jpg

LINK DOWNLOAD


Soekarno: Indonesia Merdeka (2013) DVDRip

soekarno-2013.jpg
Meskipun dengan kelemahan-kelemahan tersebut, Hanung Bramantyo masih mampu menghadirkan Soekarno dengan kualitas departemen akting dan tata produksi yang jempolan. Ario Bayu cukup mampu menghidupkan karakter Soekarno yang ikonik tersebut dengan baik. Bukan sebuah penampilan yang sangat istimewa dan mengesankan namun jelas bukanlah suatu hal yang mengecewakan. Departemen akting Soekarno juga didukung dengan penampilan-penampilan apik dari Maudy Koesnaedi, Lukman Sardi, Tika Bravani, Emir Mahira, Mathias Muchus, Tanta Ginting dan banyak nama pemeran lainnya.

Tata produksi Soekarno hadir dengan kualitas yang begitu berkelas. Berkat sokongan departemen kamera dan artistik yang solid, Hanung Bramantyo dapat menghadirkan atmosfer masa-masa perjuangan kemerdekaan Indonesia denga sangat meyakinkan. Tata musik arahan Tya Subiakto Satrio masih saja terdengar terlalu berlebihan pada beberapa bagian, namun sama sekali bukanlah sebuah masalah yang berarti bagi kualitas presentasi film secara keseluruhan.

Hadir dengan dukungan penampilan akting dan tata produksi yang cukup solid, Soekarno yang diarahkan oleh Hanung Bramantyo sayangnya gagal untuk tampil dengan penceritaan yang kuat. Kehadiran banyaknya konflik tanpa pengembangan yang mendalam membuat Soekarno seakan hanya hadir bercerita tanpa pernah benar-benar mau memberikan penontonnya peluang untuk memahami maupun menjalin koneksi emosional dengan jalan cerita. Walaupun tidak sepenuhnya buruk – 30 menit terakhir yang berisi adegan detik-detik menjelang pelaksanaan proklamasi benar-benar mampu dieksekusi dengan baik.
jaff-2013-gelar-premiere-film-soekarno1.

3ff7c92092f142fb2a5e65642d82f1ff.png

LINK DOWNLOAD