Dua tahun belakangan ini bisa dibilang
adalah dua tahun terbaik buat para pecinta film terutama ketika
berbicara soal pengalaman sinematik yang berhubungan dengan para
astronot pemberani dan perjalanan mereka mengarungi antariksa luas.
Tahun lalu berbekal premis sederhana tentang survival sempit, ada Gravity-nya
Alfonso Cuarón yang sukses melampaui ekspektasi bersama segala
terobosan-terobosan luar biasa yang belum pernah dlakukan oleh sutradara
manapun di dunia, menjadikan film yang dibintangi Sandra Bullock dan
George Clooney itu masuk ke dalam daftar film-film terbaik sepanjang
masa banyak penontonnya, termasuk Oscar.
Tahun ini sang auteur jenius, Christopher Nolan seperti tidak mau kalah dengan koleganya itu. Sutradara yang terkenal dengan trilogi The Dark Knight ini mencoba membawa tema angkasa dan survival-nya jauh lebih luas dan tentu saja, jauh lebih kompleks. Narasi yang ditulis Nolan bersama adiknya Jonathan meminjam ide dari teori fisika rumit milik sahabat baik Stephen Hawking, Kip Thorne dengan segala hal-halnya yang melibatkan lubang cacing, lubang hitam, fisika kuantum, teori relativitas, medan gravitasi, perjalanan waktu dan astrofisika yang mungkin bisa melelehkan otak kecilmu.
Teori-teori Kip Thorne sebelumnya juga pernah digunakan Robert Zemeckis ketika membuat Contact 1997 lalu yang kebetulan juga menghadirkan Matthew McConaughey di dalamnya. Tetapi sebelum kita berhadapan dengan segala hal-hal njelimet itu, Nolan memulai segalanya dari bumi yang terancam kiamat karena perubahan iklim ekstrim yang mengakibatkan badai debu dan tanaman-tanaman, khususnya tanaman pangan tidak bisa tumbuh lagi, terakhir hanya ada jagung sebagai satu-satunya yang tersisa sebelum pada waktunya semua hasil pertanian tidak akan bisa lagi dikonsumsi manusia.
Ancaman serius ini kemudian memaksa NASA di bawah komando fisikawan jenius, Professor Brand (Michael Caine) dan putrinya Amalia Brand (Anne Hathaway) melakukan misi gila; menjelajahi luar angkasa tak berujung guna mencari alternatif kehidupan, tidak dari planet terdekat di tata surya, tetapi jauh menembus sisi lain dalam wormhole yang belum pernah dilakukan sebelumnya setelah mendapat pentunjuk dari apa yang mereka sebut dengan “they”.
Takdir kemudian mempertemukan Cooper (Matthew McConaughey), ayah dua anak yang juga mantan pilot tes NASA dan seorang petani ini untuk memegang kemudi Endurance, meninggalkan keluarga tercintanya tanpa tahu pasti bisa kembali lagi, tujuannya hanya satu, membantu para ilmuwan NASA menyelamatkan dunia dan manusia di dalamnya yang tentu saja berarti menyelamatkan keluarganya.
Dari luar premisnya terdengar simpel, tentang usaha manusia mencari rumah lain setelah bumi tidak bisa ditinggali lagi. Ya, ide yang sudah banyak dipakai oleh beberapa film fiksi ilmiah, tetapi percayalah untuk kategori film Nolan, Interstellar itu berbeda. Mencoba menjabarkan Theoretical physics-nya Kip Thorne ke dalam sebuah film yang ‘hanya’ berdurasi hampir tiga jam tentu saja sama mustahilnya dengan bernafas di luar angkasa tanpa oksigen, tetapi Interstellar yang judulnya memiliki arti “antar bintang” ini bukan sekedar berbicara tentang teori fisika yang harus diakui banyak dan memusingkan sebagian penonton awamnya dengan segala istilah-istilahnya.
Yang jelas Interstellar punya elemen kuat tentang survival, tentang bagaimana insting manusia dalam usaha mereka bertahan hidup dengan cara apapun, lalu ada relasi lintas waktu ayah-anak yang kuat dan penuh emosi diwakili oleh hubungan Cooper dengan putrinya, Murph (Mackenzie Foy). Elemen-elemen ini kemudian disatukan dengan pelajaran astronomi dan fisika dibawah bimbingan Nolan yang tidak pernah setengah-setengah mengolah naskahnya.
Kita pernah lihat Nolan berbicara panjang lebar tentang mimpi dan pikiran manusia dalam Inception, dan untuk kali ini percayalah, Nolan bisa dibilang adalah ‘dosen’ terbaik yang pernah kamu punya ketika ia sama baiknya menjelaskan kita tentang tentang hal-hal rumit di Interstellar dengan caranya sendiri tanpa harus kehilangan esensi pentingnya.
Perpaduan sempurna Theoretical physics yang sudah disederhanakan dan premis tentang cinta serta keluarga dan perjalanan spiritual manusia menembus batasan terjauh melebur menjadi sebuah kesatuan solid dalam balutan teknis sinematisnya yang fantastis. Seperti yang dibilang tadi, Nolan tidak pernah setengah-setengah, termasuk bagaimana ia mempresentasikan setiap filmnya.
Sebagai sebuah film yang banyak menyajikan pengalaman luar angkasa, Nolan membuatnya dengan spektakuler. Dibungkus dengan visual menakjubkan dari dapur spesial efek Double Negative (Godzilla, Man of Steel, Harry Potter) bersama dukungan kamera IMAX yang dikendalikan sinematografer kawakan Hoyte van Hoytema (Her, The Fighter) yang menggantikan DoP langganan Nolan, Wally Pfister yang disibukan dengan debut penyutradaraannya dalam Transcendence.
Setiap momen yang melibatkan petualangan di angkasa luar itu penuh kejutan tak terduga, begitu menegangkan, begitu misterius sekaligus begitu memesona dan emosional terutama ketika Cooper dan Amelia bersenggolan dengan fenoma spacetime continuum dan usaha mereka bertahan hidup demi kemanusiaan, cinta dan keluarga, dan ini masih belum menyebut pengaruh besar scoring dahsyat garapan sang maestro Hans Zimmer yang tidak pernah gagal memompa setiap emosi penontonnya.
Klimaksnya seperti banyak terinspirasi dari rangkaian momen absurd nan indah opus sci-fi legendaris-nya Stanley Kubrick, 2001: A Space Odyssey termasuk pengunaan robot pembantu TARS yang menyerupai bentuk monolith. Twist diujungnya tidak hanya begitu mengejutkan namun juga terasa begitu sentimentil ketika Nolan membawa narasinya menjadi sebuah puzzle utuh yang menggetarkan.
Jajaran pemainnya yang disesaki oleh nama-nama aktor dan aktirs langganan Nolan berkaliber Oscar yang jelas tidak perlu diragukan lagi kualitasnya plus kemunculan cast mengejutkan di pertengahan film nanti. Matthew McConaughey memerankan mantan pilot NASA, cerdas dan pemberani, tetapi sisi lainnya sebagai seorang ayah penuh kehangatan yang berjanji kembali buat putrinya tercintanya itu adalah bagian terbaik dari peran McConaughey di sini. Sementara Anne Hathaway memesona dengan kecantikan dan kecerdasannya sebagai ilmuwan NASA anak dari Michael Caine yang fasih berteori fisika ria. Si rambut merah Jessica Chastain mendapatkan porsi di bumi, menjadi Murphy dewasa yang tidak pernah putus asa menunggu ayahnya pulang, meskipun harus berbagi dengan si kecil cantik Mackenzie Foy dan Ellen Burstyn, peran Chastain sendiri bisa dibilang sangat krusial buat keseluruhan plotnya.
Tahun ini sang auteur jenius, Christopher Nolan seperti tidak mau kalah dengan koleganya itu. Sutradara yang terkenal dengan trilogi The Dark Knight ini mencoba membawa tema angkasa dan survival-nya jauh lebih luas dan tentu saja, jauh lebih kompleks. Narasi yang ditulis Nolan bersama adiknya Jonathan meminjam ide dari teori fisika rumit milik sahabat baik Stephen Hawking, Kip Thorne dengan segala hal-halnya yang melibatkan lubang cacing, lubang hitam, fisika kuantum, teori relativitas, medan gravitasi, perjalanan waktu dan astrofisika yang mungkin bisa melelehkan otak kecilmu.
Teori-teori Kip Thorne sebelumnya juga pernah digunakan Robert Zemeckis ketika membuat Contact 1997 lalu yang kebetulan juga menghadirkan Matthew McConaughey di dalamnya. Tetapi sebelum kita berhadapan dengan segala hal-hal njelimet itu, Nolan memulai segalanya dari bumi yang terancam kiamat karena perubahan iklim ekstrim yang mengakibatkan badai debu dan tanaman-tanaman, khususnya tanaman pangan tidak bisa tumbuh lagi, terakhir hanya ada jagung sebagai satu-satunya yang tersisa sebelum pada waktunya semua hasil pertanian tidak akan bisa lagi dikonsumsi manusia.
Ancaman serius ini kemudian memaksa NASA di bawah komando fisikawan jenius, Professor Brand (Michael Caine) dan putrinya Amalia Brand (Anne Hathaway) melakukan misi gila; menjelajahi luar angkasa tak berujung guna mencari alternatif kehidupan, tidak dari planet terdekat di tata surya, tetapi jauh menembus sisi lain dalam wormhole yang belum pernah dilakukan sebelumnya setelah mendapat pentunjuk dari apa yang mereka sebut dengan “they”.
Takdir kemudian mempertemukan Cooper (Matthew McConaughey), ayah dua anak yang juga mantan pilot tes NASA dan seorang petani ini untuk memegang kemudi Endurance, meninggalkan keluarga tercintanya tanpa tahu pasti bisa kembali lagi, tujuannya hanya satu, membantu para ilmuwan NASA menyelamatkan dunia dan manusia di dalamnya yang tentu saja berarti menyelamatkan keluarganya.
Dari luar premisnya terdengar simpel, tentang usaha manusia mencari rumah lain setelah bumi tidak bisa ditinggali lagi. Ya, ide yang sudah banyak dipakai oleh beberapa film fiksi ilmiah, tetapi percayalah untuk kategori film Nolan, Interstellar itu berbeda. Mencoba menjabarkan Theoretical physics-nya Kip Thorne ke dalam sebuah film yang ‘hanya’ berdurasi hampir tiga jam tentu saja sama mustahilnya dengan bernafas di luar angkasa tanpa oksigen, tetapi Interstellar yang judulnya memiliki arti “antar bintang” ini bukan sekedar berbicara tentang teori fisika yang harus diakui banyak dan memusingkan sebagian penonton awamnya dengan segala istilah-istilahnya.
Yang jelas Interstellar punya elemen kuat tentang survival, tentang bagaimana insting manusia dalam usaha mereka bertahan hidup dengan cara apapun, lalu ada relasi lintas waktu ayah-anak yang kuat dan penuh emosi diwakili oleh hubungan Cooper dengan putrinya, Murph (Mackenzie Foy). Elemen-elemen ini kemudian disatukan dengan pelajaran astronomi dan fisika dibawah bimbingan Nolan yang tidak pernah setengah-setengah mengolah naskahnya.
Kita pernah lihat Nolan berbicara panjang lebar tentang mimpi dan pikiran manusia dalam Inception, dan untuk kali ini percayalah, Nolan bisa dibilang adalah ‘dosen’ terbaik yang pernah kamu punya ketika ia sama baiknya menjelaskan kita tentang tentang hal-hal rumit di Interstellar dengan caranya sendiri tanpa harus kehilangan esensi pentingnya.
Perpaduan sempurna Theoretical physics yang sudah disederhanakan dan premis tentang cinta serta keluarga dan perjalanan spiritual manusia menembus batasan terjauh melebur menjadi sebuah kesatuan solid dalam balutan teknis sinematisnya yang fantastis. Seperti yang dibilang tadi, Nolan tidak pernah setengah-setengah, termasuk bagaimana ia mempresentasikan setiap filmnya.
Sebagai sebuah film yang banyak menyajikan pengalaman luar angkasa, Nolan membuatnya dengan spektakuler. Dibungkus dengan visual menakjubkan dari dapur spesial efek Double Negative (Godzilla, Man of Steel, Harry Potter) bersama dukungan kamera IMAX yang dikendalikan sinematografer kawakan Hoyte van Hoytema (Her, The Fighter) yang menggantikan DoP langganan Nolan, Wally Pfister yang disibukan dengan debut penyutradaraannya dalam Transcendence.
Setiap momen yang melibatkan petualangan di angkasa luar itu penuh kejutan tak terduga, begitu menegangkan, begitu misterius sekaligus begitu memesona dan emosional terutama ketika Cooper dan Amelia bersenggolan dengan fenoma spacetime continuum dan usaha mereka bertahan hidup demi kemanusiaan, cinta dan keluarga, dan ini masih belum menyebut pengaruh besar scoring dahsyat garapan sang maestro Hans Zimmer yang tidak pernah gagal memompa setiap emosi penontonnya.
Klimaksnya seperti banyak terinspirasi dari rangkaian momen absurd nan indah opus sci-fi legendaris-nya Stanley Kubrick, 2001: A Space Odyssey termasuk pengunaan robot pembantu TARS yang menyerupai bentuk monolith. Twist diujungnya tidak hanya begitu mengejutkan namun juga terasa begitu sentimentil ketika Nolan membawa narasinya menjadi sebuah puzzle utuh yang menggetarkan.
Jajaran pemainnya yang disesaki oleh nama-nama aktor dan aktirs langganan Nolan berkaliber Oscar yang jelas tidak perlu diragukan lagi kualitasnya plus kemunculan cast mengejutkan di pertengahan film nanti. Matthew McConaughey memerankan mantan pilot NASA, cerdas dan pemberani, tetapi sisi lainnya sebagai seorang ayah penuh kehangatan yang berjanji kembali buat putrinya tercintanya itu adalah bagian terbaik dari peran McConaughey di sini. Sementara Anne Hathaway memesona dengan kecantikan dan kecerdasannya sebagai ilmuwan NASA anak dari Michael Caine yang fasih berteori fisika ria. Si rambut merah Jessica Chastain mendapatkan porsi di bumi, menjadi Murphy dewasa yang tidak pernah putus asa menunggu ayahnya pulang, meskipun harus berbagi dengan si kecil cantik Mackenzie Foy dan Ellen Burstyn, peran Chastain sendiri bisa dibilang sangat krusial buat keseluruhan plotnya.
LINK DOWNLOAD
USERSCLOUD : DOWNLOAD
TUSFILES : DOWNLOAD
UPFILE : DOWNLOAD
SUBTITTLE
No comments:
Post a Comment